Derap Hukum : Jakarta – Indonesia Cinta Kamtibmas (ICK) mendesak Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menonaktifkan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah.
Pemberhentian sementara pimpinan Kejaksaan tersebut terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dan pemerasan anakbuahnya senilai Rp10 miliar yang dilaporkan Agus Hartono pengusaha asal Semarang.
Hal tersebut dinilai ICK karena Kejati Jawa Tengah tidak serius menuntaskan kasus dugaan pemerasan oknum penyidik dan penetapan tersangka terhadap Agus Hartono.
Akibatnya penyelesain jadi berlarut yang merugikan penegakkan hukum dan hilangnya rasa keadilan di masyarakat.
“ICK mendesak Jaksa Agung segera mengambil tindakan tegas dan konsisten kepada siapa pun anak buah yang terbukti ‘nakal’ menyalahgunakan tugas diberi sanksi internal sampai tindakan hukum tranparan agar tidak jadi fitnah._
Jika kasus Agus ini diabaikan akan merusak citra Kejaksaan ke depan, dan meresahkan masyarakat dengan hilangnya kepercayaan terhadap Korps Adhyaksa,” kata Ketua Presidium ICK, Gardi Gazarin, SH, dalam siaran persnya di Jakarta, Jumat -25.11.2022.
Menurut Gardi Gazarin, akibat kesewenangan penanganan kasus dugaan suap, telah menyebabkan Agus Hartono mengalami tekanan psykologis mendalam. Mengingat posisinya tidak tepat dijadikan tersangka, tetapi dipaksa untuk jadi tersangka.
Penyelewengan dan arogansi penegakan hukum oknum Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah itu sehubungan perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kredit dari Bank Mandiri, BRI Agroniaga, dan Bank BJB Cabang Semarang ke PT Citra Guna Perkasa (CGP) tahun 2016.
Dugaan pemerasan ini, Agus Hartono telah melaporkan untuk pertanggungjawaban keadilan via surat kepada penyidik Pidsus (pidana khusus) Kejati Jawa Tengah dan ditembuskan ke sejumlah instansi. Yaitu Bank Mandiri, BRI Agroniaga, Bank BJB Cabang Semarang, Ombudsman, Komnas HAM, Menteri Hukum dan HAM, Komisi Kejaksaan, Jaksa Agung, MA, Kapolri hingga Presiden.
ICK mengapresiasi langkah Agus Hartono via pengacara Kamaruddin Simanjuntak, SH, cepat menuntut perlawanan hukum sesuai keadilan dengan perlindungan hukum Komisi Kejaksaan dan harapan konsistensi Jaksa Agung untuk menuntaskan kasus ini dengan tidak segan menonaktifkan Kejati beserta jajaran internal sampai oknum penyidik yang disinyalir terlibat kompromi.
“Pemberhentian tugas orang nomor satu di Kejati dan otoritas terkait ini dalam rangka memudahkan pemeriksaan. Sekaligus menyelamatkan korps Adiyaksa disela penegakan hukum yang gencar dilaksanakan Jaksa Agung dalam situasi Covid 19 saat ini,” terang Gardi Gazarin.
Kamarudin Simanjuntak pengacara Agus Hartono menyebutkan, ketika pemeriksaan kliennya sebagai saksi pada Juli 2022 lalu. Kala itu Agus ditemui secara empat mata oleh oknum penyidik di ruang pemeriksaan lalu dimintai uang sebesar Rp 5 miliar per SPDP (surat perintah dimulainya penyidikan–red).
Permintaan itu katanya atas perintah Kajati berinisial AH. Kejati Jawa Tengah dalam penanganan perkara ini telah mengeluarkan dua SPDP dan menetapkan Agus Hartono sebagai tersangka dua kali berturut-turut. Penetapan itu berdasarkan SPDP Kepala Kejati Jawa Tengah Nomor: PRINT-07/M.3/Fd.2/06/2022 tertanggal 20 Juni 2022.
Dan SPDP Nomor: PRINT-09/M.3/Fd.2/06/2022 tertanggal 20 Juni 2022. Dari 2 SPDP itu, Agus mengakui dirinya diminta uang Rp 5 miliar per SPDP sehingga total uang permintaan untuk 2 SPDP berjumlah Rp 10 miliar.
Namun Agus Hartono menolak menyerahkan uang puluhan miliar rupiah itu sehingga berakibat penetapan dirinya tersangka.
Agus dituduh melakukan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kredit dari Bank Mandiri, BRI Agroniaga dan Bank BJB Cabang Semarang ke PT CGP. Padahal, Agus Hartono hanya berlaku sebagai penjamin atau avalis saja.
Penetapan sebagai tersangka sangat tidak adil, tidak manusiawi, tidak pancasilais dan tidak menurut sesuai hukum positif di Indonesia.
Penetapan sebagai tersangka karena Agus tidak mau mengabulkan uang permintaan sebesar Rp 5 miliar per SPDP. Untuk itu, ICK meminta penetapan tersangka menimpa pimpinan PT CGP segera dicabut atau dipulihkan nama baiknya.
Agus berharap adanya keadilan dan perlindungan hukum nyata atas upaya kriminalisasi yang dilakukan penyidik Kejati Jawa Tengah terhadap dirinya.
Mengingat perkara ini sebenarnya sudah diputus perdata oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang yang menyatakan bahwa Agus tidak dapat dimintai pertanggungjawaban baik secara pidana maupun perdata dari pihak lain dan dalam proses penyelesaian pemberesan budel pailit, namun ironis dipaksakan oleh oknum jaksa untuk masuk pidana.
Salam Sehat, Sukses, Bahagia Selalu